Rabu, 24 November 2010

PENANGANAN KECACINGAN DALAM KEHAMILAN (PKDK)

Penyakit Infeksi dan parasit merupakan masalah kesehatan yang menonjol, sehingga pencegahan dan pemberantasannya memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh. Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang. Pawlowski (1984) mengumpulkan berbagai data dari berbagai negara berkembang di Asia. Afrika dan Amerika Latin, dan menempatkan kecacingan seperti infeksi cacing gelang pada tempat ketiga setelah penyakit diare dan tuberkulosis, infeksi cacing tambang pada tempat keempat dan infeksi cacing cambuk pada tempat ketujuh.
Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi.
Infeksi kecacingan di Indonesia, prevalensinya cukup tinggi terutama di daerah pedesaan yang kondisi lingkungannya sangat mendukung untuk perkembangan cacing yang daur hidupnya adalah di dalam tanah. Hasil survei yang telah diadakan hingga saat ini memberikan prevalensi yang cukup tinggi yaitu 70-90 % untuk cacing gelang, 80-95 % untuk cacing cambuk dan untuk cacing tambang prevalensinya lebih rendah dari kedua di atas yaitu 30-59%, karena untuk cacing tambang lebih banyak ditemukan di daerah perkebunan dan pertambangan. Prevalensi dan intensitas infeksi kecacingan menurut golongan umur juga masih cukup tinggi, yaitu antara 40-60% pada golongan semua umur, pada anak sekolah dasar lebih tinggi, yaitu 60-80%. Hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Banggai tahun 2006 didapatkan bahwa 88.9% ibu hamil terinfeksi kecacingan dengan jenis cacing adalah Ascaris lumbricoides, Trichiuris trichiura dan Hook worms, diantara ibu hamil yang menderita infeksi kecacingan terdapat 38.8% menderita anemia.
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 menemukan bahwa angka prevalensi anemia gizi ibu hamil cukup tinggi yaitu 55,1 %. Keadaan ini menunjukkan bahwa masalah anemia pada ibu hamil belum banyak berubah dibandingkan pada akhir Pelita IV yang juga masih sekitar 55 %.
Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk menderita kecacingan. Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang. Di Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia defisiensi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setiap harinya (Nasution, 2004).
Cacingan dan anemia merupakan dua hal saling terkait. Isu kesehatan seperti cacingan dan anemia tidak mendapat banyak perhatian. Menurut Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), anemia merupakan isu yang kritis, khususnya kalau dihubungkan dengan angka kematian ibu melahirkan (AKI) akibat anemia berkisar 70 persen dari seluruh penyebab AKI sejak 20 tahun lalu yang angkanya tidak pernah turun tiap tahunnya.
Secara umum, kecacingan pada ibu hamil dapat menyebabkan :
1. Menyebabkan anemia defisiensi zat besi
Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi. Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia.
2. Menurunkan efektivitas vaksin TT dan DPT pada ibu hamil
Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis, termasuk Indonesia, yang terabaikan. Padahal, infeksi cacing kronis menurunkan respons imun pada ibu hamil dan bayi yang dilahirkan terhadap antigen tetanus toksoid atau TT meski telah divaksinasi. Respon imun terhadap TT pada ibu hamil yang rendah dan ditambah infeksi cacing yang menyertai, dimungkinkan akan berakibat pada bayi yang dilahirkan. Infeksi tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah. Di sejumlah negara maju di mana kontrol terhadap sanitasi, higienis, dan penyakit infeksi seperti cacing sudah berhasil, pemberian vaksinasi tetanus sangat efektif untuk menurunkan angka kasus infeksi tetanus. Di lain pihak, vaksinasi TT di negara-negara tropis dan berkembang kurang optimal hasilnya. Sejumlah studi membuktikan, antigen dari ibu hamil terinfeksi cacing dapat menembus plasenta dan menstimulasi sistem imun janin yang dikandung. Keadaan ini akan mempengaruhi respons imun bayi pada antigen lain seperti vaksin. World Health Organization (WHO) melaporkan banyaknya kasus kegagalan program vaksinasi tetanus di daerah Asia dan Afrika terkait dengan beberapa faktor, seperti ketidaktepatan jadwal imunisasi, potensi vaksin rendah, serta rendahnya respons imun ibu. Padahal, angka kasus infeksi cacing di banyak negara di Asia dan Afrika masih tinggi.
3. Menurunkan berat badan ibu hamil
Kekurangan micronutrient dalam darah menyebabkan pasokan gizi ibu hamil dan janin berkurang. Keadaan yang demikian jika dibiarkan berlanjut selama kehamilan akan menyebabkan berat badan ibu hamil tidak bertambah bahkan bisa berkurang karena cadangan gizi ibu hamil ditujukan untuk pertumbuhan janin.
4. Menyebabkan perdarahan pada usus
Perdarahan terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap 6 jam perdarahan ditempat yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali denqan cepat karena turn over sel epithel usus sangat cepat.
Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi yang terjadi pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri walaupun ini masih belum terjawab dengan jelas termasuk berapa besar jumlah darah yang hilang dengan infeksi cacing ini.
5. Menyebabkan kekurangan mikronutrien ibu hamil
Cacing pada usus ibu hamil selain menyebabkan perdarahan, juga menyebabkan terganggunya penyerapan nutrisi makanan yang masuk. Jika selama kehamilan tersebut cacing masih terdapat pada usus, maka penyerapan micronutrient akan terganggu. Micronutrient dalam darah cenderung menurun. Pada ibu hamil, kekurangan micronutrient menyebabkan menurunnya kemampuan untuk melahirkan anak-anak yang sehat dan berotak cerdas.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat terjadi obstruksi usus (ileus).
2. Anemia berat
3. Perdarahan
4. Kecacingan berat dapat menyebabkan radang paru, gangguan hati, kebutaan, penyumbatan usus, bahkan kerusakan tubuh secara signifikan yang meninggalkan kecacatan
Untuk mendiagnosis apakah ibu menderita cacingan atau tidak dapat dilakukan dengan skrining uji feces pada ibu hamil. Untuk mengetahui banyaknya cacing di dalam usus dapat dilakukan dengan menghitung banyaknya telur dalam tinja. Bila didalam tinja terdapat sekitar 2000 telur/gram tinja, berarti ada kira-kira 80 ekor cacing tambang di dalam perut dan dapat menyebabkan darah yang hilang kira-kira sebanyak 2 ml per hari. Dengan jumlah 5000 telur/gram tinja adalah berbahaya untuk kesehatan orang dewasa. Bila terdapat 20.000 telur/gram tinja berarti ada kurang lebih 1000 ekor cacing tambang dalam perut yang dapat menyebabkan anemia berat.
Tanda Kecacingan adalah ditemukan minimal 2000 telur/gram tinja. Gejala-gejala cacingan antara lain:
1. Gatal-gatal sekitar anus.
2. Muntah ada cacing.
3. Cacing dalam kotoran.
4. Anemia atau kurang darah.
5. Penyumbatan usus.
6. Fesesnya encer, kadang bercampur lendir dan darah, cacing tampak keluar dalam feses.
Pada kondisi hamil, selama sepertiga pertama kehamilan (trimester pertama) sebaiknya tidak minum obat yang membunuh cacing. Namun, langkah-langkah kebersihan saja dapat bekerja. Cacing mati setelah sekitar enam minggu. Dengan syarat ibu hamil tidak menelan telur baru, maka tidak ada cacing baru akan tumbuh. Selama 6 minggu tersebut ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan untuk mematahkan siklus cacing sehingga tidak terjadi re-infeksi. Setelah trimester pertama, pengobatan mungkin perlu dilakukan namun harus dibawah pengawasan dokter. Obat yang biasa digunakan yaitu :
1. Pirantel pamoat 10 mg/kg BB per hari selama 3 hari.
2. Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-turut
3. Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja)
4. Ditambah sulfas ferrous 500 mg 2 x sehari
Dalam “Draft Pedoman Asuhan Antenatal Terintegrasi 2009”, penanganan kecacingan dalam kehamilan terdiri dari :
STANDAR:
Semua wanita hamil harus terlindung dari kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya, baik terhadap ibu maupun bayi yang dilahirkan. Bila dijumpai anemia yang berat tanpa tanda-tanda lain, perlu adanya penapisan khusus tentang kecacingan.


TUJUAN:
Mencegah kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya (anemia) pada ibu hamil maupun bayi yang dilahirkan
PERSYARATAN:
1. Adanya kebijakan dan strategi nasional pencegahan kecacingan pada wanita hamil dan diimplementasikan dengan baik.
2. Ketersediaan pemberi pelayanan antenatal yang kompeten untuk memberikan penyuluhan/informasi tentang pencegahan, akibat dan pengendalian kecacingan dalam kehamilan.
3. Terdapat fasilitas yang dibutuhkan untuk penapisan dan intervensi anemia dan kecacingan pada ibu hamil.
4. Terdapat informasi tentang sistim rujukan dan tempat yang menjadi rujukan pelayanan kecacingan dalam kehamilan.
PENERAPAN STANDAR:
1. Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama antenatal.
2. Semua ibu hamil dengan gejala dan tanda anemia, terutama Hb < 8 g/dl perlu dilakukan penapisan kecacingan dengan pemeriksaan tinja/feses dan gambaran hitung jenis (eosinofilia)
3. Bila pemeriksaan tinja/feses menunjukkan hasil positif telur cacing atau keluar cacing pada waktu buang air besar maka perlu pengobatan
4. Bila teridentifikasi suatu kasus kecacingan pada ibu hamil, berikan ibu obat cacingan sesudah melewati trimester ke 1.
5. Pada daerah dengan prevalensi kecacingan yang tinggi, semua ibu hamil dilakukan penapisan terhadap kecacingan
6. Memberikan penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat tentang perlunya pencegahan kecacingan dalam kehamilan
PEMANTAUAN DAN PENILAIAN:
Indikator Input:
1. Terdapat dokumen perencanaan, strategi dan kebijakan nasional terkait pencegahan kecacingan dalam kehamilan pada tempat pelayanan asuhan antenatal
2. Tersedia pemberi pelayanan kesehatan yang kompeten untuk mengidentifikasi dan mengintervensi kecacingan pada kehamilan
3. Tersedia fasilitas untuk penapisan anemia dan kecacingan pada tempat pelayanan asuhan antenatal
4. Terdapat kegiatan penyuluhan kesehatan berbasis komunitas dalam rangka meningkatkan cakupan antenatal dan pencegahan kecacingan
Indikator Proses dan Output:
1. Cakupan pelayanan antenatal disertai penapisan kecacingan pada kehamilan dengan anemia
2. Cakupan ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan tinja/feses
3. Cakupan ibu hamil cacingan yang mendapat obat cacing
4. Laporan bulanan tentang kasus kecacingan dalam kehamilan dilengkapi dan dikirimkan tepat waktu
Indikator Outcome:
Prevalensi ibu hamil yang menderita cacingan.
Dalam “Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 424/MENKES/SK/VI/ 2006 Tanggal : 19 Juni 2006 tentang Pedoman Pengendalian Cacingan”, terdapat beberapa kegiatan intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah cacingan, yaitu :
1. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan kepada sasaran untuk meningkatkan pengetahuan tentang Cacingan antara lain: tanda-tanda / gejala penyakit, bahaya penyakit, cara penularan penyakit dan cara
pencegahan.
2. Pengobatan
Pengobatan Cacingan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan tinja, dengan frekuensi pengobatan dua kali dalam setahun.
3. Pencegahan
Upaya pencegahan cacingan dapat dilakukan melalui upaya kebersihan perorangan ataupun kebersihan lingkungan. Kegiatan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a. Menjaga Kebersihan Perorangan
1) Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar dengan menggunakan air dan sabun.
2) Menggunakan air bersih untuk keperluan makan, minum, dan mandi :
3) Memasak air untuk minum
4) Mencuci dan memasak makanan dan minuman sebelum dimakan;
5) Mandi dan membersihkan badan paling sedikit dua kali sehari;
6) Memotong dan membersihkan kuku;
7) Memakai alas kaki bila berjalan di tanah, dan memakai sarung tangan bila melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan tanah;
8) Menutup makanan dengan tutup saji untuk mencegah debu dan lalat mencemari makanan tersebut;
b. Menjaga Kebersihan Lingkungan
1) Membuang tinja di jamban agar tidak mengotori lingkungan.
2) Jangan membuang tinja, sampah atau kotoran di sungai.
3) Mengusahakan pengaturan pembuangan air kotor.
4) Membuang sampah pada tempatnya untuk menghindari lalat dan lipas.
5) Menjaga kebersihan rumah dan lingkungannya.

0 comments:

Posting Komentar