Sabtu, 27 November 2010

harus tersenyum atau menangis????

pagi ini ada kabar mengejutkan dari salah satu sahabatku...
dia lolos ujian cpns di salah satu universitas ternama, aku ikut bersyukur tapi tetap ada yang mengganjal di hati kecilku.
dia telah berhasil buktikan kepada dunia, kepada keluarga, kepada teman2nya bahwa dia mampu bahwa dia bisa, sementara aku duduk disini melihat ke langit dan tak tahu apa yang harus aku lakukan...
jangan dibilang aku tak berusaha,
aku tlah sangat berusaha, memasukkan lamaran kiri kanan,
ikut daftar dimana aja yang aku bisa..
mungkin aku kurang berdoa,
bersyukur,
dan pasrah..
aku memang bukan anak pintar atau anak yang tak kenal putus asa...
tapi,
aku punya 1 janji.
janji kepada bapakku..
yang sampai kapanpun dalam kondisi apapun akan aku tepati...
beliau semangatku,
pemberi kekuatanku,
aku ingin membuatnya tersenyum bangga sambil berkata
"ini dia anakku"
bapakku tak pernah menuntutku menjadi yang terbaik
beliau juga tak pernah mengeluh atas semua usahaku
tapi..
justru itulah yang mendorongku
untuk selalu memberikan yang terbaik untuk beliau
berharap kekuatanku masih banyak
semangatku masih berkobar agar segera dapat kulihat senyum itu
untuk bapakku tersayang....

Kamis, 25 November 2010

Ditemukan, Obat untuk Kurangi Risiko HIV

Obat antiretroviral atau ARV yang biasa dipakai untuk menurunkan jumlah virus pada penderita HIV kini dikembangkan untuk mencegah penularan HIV, khususnya di kalangan pria gay dan biseksual.

Truvada, nama obat tersebut, merupakan kombinasi antara dua jenis ARV. Obat ini diproduksi oleh perusahaan farmasi California, Gilead Sciences. Dalam sebuah uji coba diketahui bahwa obat ini mampu mengurangi risiko penularan HIV hingga 44 persen.

Penelitian melibatkan sekitar 2.500 pria gay atau biseksual dari Peru, Ekuador, Brasil, Afrika Selatan, Thailand, dan Amerika Serikat. Mereka secara random diberikan pil Truvada dan sisanya mendapat pil placebo. Semua partisipan studi juga diberikan kondom dan konseling mengenai seks yang aman.

Setelah empat tahun penelitian, para peneliti menemukan bahwa obat itu cukup efektif mengurangi angka penularan pada kelompok yang mendapat pil Truvada hingga 44 persen. Mereka yang mengonsumsi pil secara rutin diperkirakan risiko infeksinya bisa dikurangi hingga 73 persen.

Akan tetapi, muncul pertanyaan seputar hasil penelitian yang didanai oleh Yayasan Bill & Melinda Gates Foundation ini. Sebagian pakar menilai, penurunan angka infeksi itu bisa disebabkan oleh penggunaan kondom pada kelompok yang mendapat pil. Para ahli juga menyatakan, harga pil yang cukup mahal, yakni 36 dollar AS (sekitar Rp 300.000) sehari, akan membuat pil ini tidak bisa dikonsumsi banyak orang.

Menjawab pertanyaan tersebut, Dr Anthony Fauci dari National Institute of Allergy and Infectious Diseases mengatakan bahwa penelitian ini bersifat random dan obat ini bersifat sebagai pelengkap dalam upaya pencegahan HIV. "Kondom dan setia pada pasangan seksual merupakan cara pencegahan yang utama," katanya.

Ia juga menjelaskan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah menambahkan sistem pertahanan pada pencegahan infeksi HIV dan bukan menggantikan yang sudah ada sekarang. "Sangat penting untuk menambah upaya pencegahan, terutama pada kelompok paling berisiko," katanya.
dari kompas.com

Rabu, 24 November 2010

perbedaan permenkes dan kepmenkes dari tahun ke tahun tentang bidan Indonesia

Permenkes dan kepmenkes yang terkait dengan bidan antara lain:
1. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
2. Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.
3. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup:
a. Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
b. Pelayanan Keluarga Berencana.
c. Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
4. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari Permenkes No. 572/VI/1996. Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya. Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi. Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.
5. Permenkes nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan. Dalam melaksanakan tugasnya bidan memberikan Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan. Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota timyang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan. Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke system layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertical atau meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya. Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi
kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawat daruratan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak. Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
6. Permenkes nomor HK.02.02/MENKES/149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan. Dalam permekes ini bidan berwenang menjalankan praktek: pelayanan kebidanan, pelayanan reproduksi perempuan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kebidanan terdiri dari: pelayanan pada ibu: pelayanan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, dan masa menyusui. Sedangkan pada bayi: pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 hari. Pelayanan pada ibu yang diberikan terdiri dari: penyuluhan dan konseling, pemeriksaan fisik, pelayanan antenatal pada kehamilan normal, pertolongan persalinan normal, pelayanan ibu nifas normal. Pelayanan pada bayi terdiri dari: pemeriksaan bayi baru lahir, perawatan tali pusat, perawatan bayi, resusitasi pada bayi baru lahir, pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tuga pemerintah dan pemberian penyuluhan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan bidan berwewenang untuk: memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah dan kondom, memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter, memberikan penyuluhan atau konseling pemilihan kontrasepsi, melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.
Dalam pemberian pelayanan kesehatan masyarakat bidan berwewenang: melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi, melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas, melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan infeksi menular seksual (IMS), penyalahgunaan narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

PENANGANAN KECACINGAN DALAM KEHAMILAN (PKDK)

Penyakit Infeksi dan parasit merupakan masalah kesehatan yang menonjol, sehingga pencegahan dan pemberantasannya memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh. Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang. Pawlowski (1984) mengumpulkan berbagai data dari berbagai negara berkembang di Asia. Afrika dan Amerika Latin, dan menempatkan kecacingan seperti infeksi cacing gelang pada tempat ketiga setelah penyakit diare dan tuberkulosis, infeksi cacing tambang pada tempat keempat dan infeksi cacing cambuk pada tempat ketujuh.
Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi.
Infeksi kecacingan di Indonesia, prevalensinya cukup tinggi terutama di daerah pedesaan yang kondisi lingkungannya sangat mendukung untuk perkembangan cacing yang daur hidupnya adalah di dalam tanah. Hasil survei yang telah diadakan hingga saat ini memberikan prevalensi yang cukup tinggi yaitu 70-90 % untuk cacing gelang, 80-95 % untuk cacing cambuk dan untuk cacing tambang prevalensinya lebih rendah dari kedua di atas yaitu 30-59%, karena untuk cacing tambang lebih banyak ditemukan di daerah perkebunan dan pertambangan. Prevalensi dan intensitas infeksi kecacingan menurut golongan umur juga masih cukup tinggi, yaitu antara 40-60% pada golongan semua umur, pada anak sekolah dasar lebih tinggi, yaitu 60-80%. Hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Banggai tahun 2006 didapatkan bahwa 88.9% ibu hamil terinfeksi kecacingan dengan jenis cacing adalah Ascaris lumbricoides, Trichiuris trichiura dan Hook worms, diantara ibu hamil yang menderita infeksi kecacingan terdapat 38.8% menderita anemia.
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 menemukan bahwa angka prevalensi anemia gizi ibu hamil cukup tinggi yaitu 55,1 %. Keadaan ini menunjukkan bahwa masalah anemia pada ibu hamil belum banyak berubah dibandingkan pada akhir Pelita IV yang juga masih sekitar 55 %.
Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk menderita kecacingan. Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang. Di Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia defisiensi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setiap harinya (Nasution, 2004).
Cacingan dan anemia merupakan dua hal saling terkait. Isu kesehatan seperti cacingan dan anemia tidak mendapat banyak perhatian. Menurut Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), anemia merupakan isu yang kritis, khususnya kalau dihubungkan dengan angka kematian ibu melahirkan (AKI) akibat anemia berkisar 70 persen dari seluruh penyebab AKI sejak 20 tahun lalu yang angkanya tidak pernah turun tiap tahunnya.
Secara umum, kecacingan pada ibu hamil dapat menyebabkan :
1. Menyebabkan anemia defisiensi zat besi
Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi. Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia.
2. Menurunkan efektivitas vaksin TT dan DPT pada ibu hamil
Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis, termasuk Indonesia, yang terabaikan. Padahal, infeksi cacing kronis menurunkan respons imun pada ibu hamil dan bayi yang dilahirkan terhadap antigen tetanus toksoid atau TT meski telah divaksinasi. Respon imun terhadap TT pada ibu hamil yang rendah dan ditambah infeksi cacing yang menyertai, dimungkinkan akan berakibat pada bayi yang dilahirkan. Infeksi tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah. Di sejumlah negara maju di mana kontrol terhadap sanitasi, higienis, dan penyakit infeksi seperti cacing sudah berhasil, pemberian vaksinasi tetanus sangat efektif untuk menurunkan angka kasus infeksi tetanus. Di lain pihak, vaksinasi TT di negara-negara tropis dan berkembang kurang optimal hasilnya. Sejumlah studi membuktikan, antigen dari ibu hamil terinfeksi cacing dapat menembus plasenta dan menstimulasi sistem imun janin yang dikandung. Keadaan ini akan mempengaruhi respons imun bayi pada antigen lain seperti vaksin. World Health Organization (WHO) melaporkan banyaknya kasus kegagalan program vaksinasi tetanus di daerah Asia dan Afrika terkait dengan beberapa faktor, seperti ketidaktepatan jadwal imunisasi, potensi vaksin rendah, serta rendahnya respons imun ibu. Padahal, angka kasus infeksi cacing di banyak negara di Asia dan Afrika masih tinggi.
3. Menurunkan berat badan ibu hamil
Kekurangan micronutrient dalam darah menyebabkan pasokan gizi ibu hamil dan janin berkurang. Keadaan yang demikian jika dibiarkan berlanjut selama kehamilan akan menyebabkan berat badan ibu hamil tidak bertambah bahkan bisa berkurang karena cadangan gizi ibu hamil ditujukan untuk pertumbuhan janin.
4. Menyebabkan perdarahan pada usus
Perdarahan terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap 6 jam perdarahan ditempat yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali denqan cepat karena turn over sel epithel usus sangat cepat.
Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi yang terjadi pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri walaupun ini masih belum terjawab dengan jelas termasuk berapa besar jumlah darah yang hilang dengan infeksi cacing ini.
5. Menyebabkan kekurangan mikronutrien ibu hamil
Cacing pada usus ibu hamil selain menyebabkan perdarahan, juga menyebabkan terganggunya penyerapan nutrisi makanan yang masuk. Jika selama kehamilan tersebut cacing masih terdapat pada usus, maka penyerapan micronutrient akan terganggu. Micronutrient dalam darah cenderung menurun. Pada ibu hamil, kekurangan micronutrient menyebabkan menurunnya kemampuan untuk melahirkan anak-anak yang sehat dan berotak cerdas.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat terjadi obstruksi usus (ileus).
2. Anemia berat
3. Perdarahan
4. Kecacingan berat dapat menyebabkan radang paru, gangguan hati, kebutaan, penyumbatan usus, bahkan kerusakan tubuh secara signifikan yang meninggalkan kecacatan
Untuk mendiagnosis apakah ibu menderita cacingan atau tidak dapat dilakukan dengan skrining uji feces pada ibu hamil. Untuk mengetahui banyaknya cacing di dalam usus dapat dilakukan dengan menghitung banyaknya telur dalam tinja. Bila didalam tinja terdapat sekitar 2000 telur/gram tinja, berarti ada kira-kira 80 ekor cacing tambang di dalam perut dan dapat menyebabkan darah yang hilang kira-kira sebanyak 2 ml per hari. Dengan jumlah 5000 telur/gram tinja adalah berbahaya untuk kesehatan orang dewasa. Bila terdapat 20.000 telur/gram tinja berarti ada kurang lebih 1000 ekor cacing tambang dalam perut yang dapat menyebabkan anemia berat.
Tanda Kecacingan adalah ditemukan minimal 2000 telur/gram tinja. Gejala-gejala cacingan antara lain:
1. Gatal-gatal sekitar anus.
2. Muntah ada cacing.
3. Cacing dalam kotoran.
4. Anemia atau kurang darah.
5. Penyumbatan usus.
6. Fesesnya encer, kadang bercampur lendir dan darah, cacing tampak keluar dalam feses.
Pada kondisi hamil, selama sepertiga pertama kehamilan (trimester pertama) sebaiknya tidak minum obat yang membunuh cacing. Namun, langkah-langkah kebersihan saja dapat bekerja. Cacing mati setelah sekitar enam minggu. Dengan syarat ibu hamil tidak menelan telur baru, maka tidak ada cacing baru akan tumbuh. Selama 6 minggu tersebut ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan untuk mematahkan siklus cacing sehingga tidak terjadi re-infeksi. Setelah trimester pertama, pengobatan mungkin perlu dilakukan namun harus dibawah pengawasan dokter. Obat yang biasa digunakan yaitu :
1. Pirantel pamoat 10 mg/kg BB per hari selama 3 hari.
2. Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-turut
3. Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja)
4. Ditambah sulfas ferrous 500 mg 2 x sehari
Dalam “Draft Pedoman Asuhan Antenatal Terintegrasi 2009”, penanganan kecacingan dalam kehamilan terdiri dari :
STANDAR:
Semua wanita hamil harus terlindung dari kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya, baik terhadap ibu maupun bayi yang dilahirkan. Bila dijumpai anemia yang berat tanpa tanda-tanda lain, perlu adanya penapisan khusus tentang kecacingan.


TUJUAN:
Mencegah kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya (anemia) pada ibu hamil maupun bayi yang dilahirkan
PERSYARATAN:
1. Adanya kebijakan dan strategi nasional pencegahan kecacingan pada wanita hamil dan diimplementasikan dengan baik.
2. Ketersediaan pemberi pelayanan antenatal yang kompeten untuk memberikan penyuluhan/informasi tentang pencegahan, akibat dan pengendalian kecacingan dalam kehamilan.
3. Terdapat fasilitas yang dibutuhkan untuk penapisan dan intervensi anemia dan kecacingan pada ibu hamil.
4. Terdapat informasi tentang sistim rujukan dan tempat yang menjadi rujukan pelayanan kecacingan dalam kehamilan.
PENERAPAN STANDAR:
1. Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama antenatal.
2. Semua ibu hamil dengan gejala dan tanda anemia, terutama Hb < 8 g/dl perlu dilakukan penapisan kecacingan dengan pemeriksaan tinja/feses dan gambaran hitung jenis (eosinofilia)
3. Bila pemeriksaan tinja/feses menunjukkan hasil positif telur cacing atau keluar cacing pada waktu buang air besar maka perlu pengobatan
4. Bila teridentifikasi suatu kasus kecacingan pada ibu hamil, berikan ibu obat cacingan sesudah melewati trimester ke 1.
5. Pada daerah dengan prevalensi kecacingan yang tinggi, semua ibu hamil dilakukan penapisan terhadap kecacingan
6. Memberikan penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat tentang perlunya pencegahan kecacingan dalam kehamilan
PEMANTAUAN DAN PENILAIAN:
Indikator Input:
1. Terdapat dokumen perencanaan, strategi dan kebijakan nasional terkait pencegahan kecacingan dalam kehamilan pada tempat pelayanan asuhan antenatal
2. Tersedia pemberi pelayanan kesehatan yang kompeten untuk mengidentifikasi dan mengintervensi kecacingan pada kehamilan
3. Tersedia fasilitas untuk penapisan anemia dan kecacingan pada tempat pelayanan asuhan antenatal
4. Terdapat kegiatan penyuluhan kesehatan berbasis komunitas dalam rangka meningkatkan cakupan antenatal dan pencegahan kecacingan
Indikator Proses dan Output:
1. Cakupan pelayanan antenatal disertai penapisan kecacingan pada kehamilan dengan anemia
2. Cakupan ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan tinja/feses
3. Cakupan ibu hamil cacingan yang mendapat obat cacing
4. Laporan bulanan tentang kasus kecacingan dalam kehamilan dilengkapi dan dikirimkan tepat waktu
Indikator Outcome:
Prevalensi ibu hamil yang menderita cacingan.
Dalam “Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 424/MENKES/SK/VI/ 2006 Tanggal : 19 Juni 2006 tentang Pedoman Pengendalian Cacingan”, terdapat beberapa kegiatan intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah cacingan, yaitu :
1. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan kepada sasaran untuk meningkatkan pengetahuan tentang Cacingan antara lain: tanda-tanda / gejala penyakit, bahaya penyakit, cara penularan penyakit dan cara
pencegahan.
2. Pengobatan
Pengobatan Cacingan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan tinja, dengan frekuensi pengobatan dua kali dalam setahun.
3. Pencegahan
Upaya pencegahan cacingan dapat dilakukan melalui upaya kebersihan perorangan ataupun kebersihan lingkungan. Kegiatan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a. Menjaga Kebersihan Perorangan
1) Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar dengan menggunakan air dan sabun.
2) Menggunakan air bersih untuk keperluan makan, minum, dan mandi :
3) Memasak air untuk minum
4) Mencuci dan memasak makanan dan minuman sebelum dimakan;
5) Mandi dan membersihkan badan paling sedikit dua kali sehari;
6) Memotong dan membersihkan kuku;
7) Memakai alas kaki bila berjalan di tanah, dan memakai sarung tangan bila melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan tanah;
8) Menutup makanan dengan tutup saji untuk mencegah debu dan lalat mencemari makanan tersebut;
b. Menjaga Kebersihan Lingkungan
1) Membuang tinja di jamban agar tidak mengotori lingkungan.
2) Jangan membuang tinja, sampah atau kotoran di sungai.
3) Mengusahakan pengaturan pembuangan air kotor.
4) Membuang sampah pada tempatnya untuk menghindari lalat dan lipas.
5) Menjaga kebersihan rumah dan lingkungannya.

Kamis, 11 November 2010

Si Kembar Berkomunikasi Lewat Telepati


Fenomena anak kembar yang seolah di luar nalar manusia, selalu menarik. Bila yang satu cedera misalnya, kembarannya ikut merasa sakit meski terpisah secara fisik. Yang satu sedih, nun di sana kembarannya menangis tanpa tahu sebabnya. Saat jatuh cinta pun, bisa terpikat pada orang yang sama.

Faktor herediter diyakini berperan penting dalam terjadinya kehamilan kembar. Umumnya keluarga yang punya anak kembar, ada riwayat kelahiran kembar di antara kerabatnya. Banyak jenis kelahiran kembar, ada kembar dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, bahkan delapan. Itu sebabnya dalam bahasa Inggris fenomena anak kembar diistilahkan multiples, sedangkan secara spesifik sebutan untuk kembar dua adalah twins.
sering terdapat komunikasi aneh yang hanya dimengerti oleh mereka sendiri
Sampai saat ini belum jelas kode genetika mana yang membawa sifat-sifat kembar. Berdasarkan sifat, anak kembar dibedakan menjadi dua, yakni kembar identik (kembar siam) dan kembar tidak identik.  Kembar siam benar-benar mirip satu sama lain, baik fisik maupun sifat psikologisnya. Bahkan, sering terdapat komunikasi aneh yang hanya dimengerti oleh mereka sendiri.

Pengaruh gen

Namun, fenomena khas tadi hanya ditemuipada anak kembar identik. Jarang terjadi ada fenomena khas pada kembar tidak identik. Menurut psikolog anak, Seto Mulyadi, yang juga memiliki kembaran Kresno Mulyadi, kesamaan preferensi itu bisa berkembang bukan hanya karena mereka tumbuh bersama dalam lingkungan yang sama, melainkan juga karena dipengaruhi faktor genetika.

Menurutnya, ada dua jenis saudara kembar, yaitu kembar monozigot dan kembar dizigot. Kembar monozigot berasal dari satu sel telur. Kembar jenis inilah yang sering disebut kembar identik. Kembar dizigot berasal dari dua sel telur yang berbeda, dan disebut kembar tidak identik.

Kembar monozigot memiliki kromosom dan gen yang sama. Itu sebabnya memiliki sifat yang mirip dan kesamaan preferensi. Mereka memiliki pengaturan watak yang sama dalam hal perasaan, pemikiran, dan tindakan, meski bisa juga terjadi perbedaan karena faktor lingkungan.
"Karena kembar identik memiliki kromosom tertentu yang sama, kemungkinan mengalami sakit yang sama sangat tinggi, walau mereka tidak tinggal serumah," ujar Kak Seto, sapaannya.

Respon cepat

Perasaan saling terhubung juga lebih kuat pada kembar identik dibanding nonidentik. Karena itu, ada fenomena istimewa, yakni kemampuan untuk menemukan keberadaan kembarannya di manapun. omunikasi di antara orang kembar itu masih diliputi misteri. Ada yang menyatakan bahwa dua anak kembar yang masih muda berkomunikasi secara eksklusif melalui telepati.

Menurut Kak Seto, fenomena telepati pada anak kembar bisa diterangkan dengan dua hal. Pertama, anak kembar memiliki kemampuan luar biasa dalam membaca tanda-tanda komunikasi nonverbal dari kembarannya. Hal ini berarti mereka sangat cepat saling memberikan respons dibandingkan orang-orang di sekelilingnya.

"Telepati adalah kemampuan respons yang sangat cepat dari seorang anak terhadap kembarannya," ujarnya. Tak mengherankan, mereka sangat sensitif dan tepat dalam mengartikan bahasa tubuh kembarannya karena tumbuh bersama hampir sepanjang waktu.

Kedua, anak kembar umumnya berperilaku dengan cara sama, misalnya cara makan, berjalan, cara merespons, hobi dan kegemaran yang sama. Kesamaan itu umumnya terjadi pada anak kembar identik dan sangat jarang pada kembar tidak identik, sehingga bisa jadi dikarenakan faktor genetik.

Namun, seringkali yang terjadi adalah peniruan perilaku biasa. Salah satu anak melakukan tindakan lebih dulu, lalu yang lain mengamati dan menirunya. Hanya karena mereka memiliki respons sangat cepat, peniruan itu tidak teramati oleh orang-orang sekitarnya. Lalu orang-orang menyimpulkan kalau mereka memiliki telepati.

"Anak kembar yang dibesarkan bersama akan mengalami pengalaman sosial yang sama. Gen pastilah berperan penting dalam pengalaman 'telepatik' itu. Kalau tidak, pengalaman 'telepatik' pada kembar nonidentik seharusnya sama banyaknya dengan kembar identik," ungkapnya.

Bahasanya kacau

Pemerolehan bahasa pada anak-anak dimulai antara umur 8-14 bulan. Pada umur 2 tahun mereka sudah memiliki perbendaharaan sekitar 300 kata. Fenomena itu tidak berlaku pada anak kembar. Mereka lebih lambat. Rata-rata baru pada umur 25 bulan anak kembar mulai bicara. Mereka juga bermasalah dalam mengartikulasi kata-kata secara jelas.

"Permasalahan bahasa umumnya tidak dirisaukan orangtua karena kekurangmampuan dalam berbicara dikompensasi dengan kemampuan anak kembar mengomunikasikan pikiran dan perasaan yang jauh lebih baik ketimbang bila disampaikan lewat bahasa," papar pendiri komunitas anak kembar Nakula Sadewa ini.

Menurutnya, anak kembar mampu membaca berbagai tanda komunikasi nonverbal yang menunjukkan apa yang dirasakan, yang dipikirkan, dan yang diinginkan kembarannya maupun orang lain. Mereka juga mampu memberikan tanda-tanda itu secara lebih jelas, misalnya melalui tindakan, ekspresi wajah, kontak mata, pelukan, sentuhan.

Bayi tidak kembar biasanya mulai menyadari kehadiran orang lain di usia 3 minggu, melalui suara dan kemudian melalui wajah termasuk dengan kontak mata. Lalu di umur 6 minggu, bayi akan membalas senyum yang diberikan orang lain.

Pada bayi kembar, sampai umur 3-4 bulan tidak perlu melihat atau kontak mata untuk menyadari kehadiran kembarannya atau orang lain. "Umur satu tahun mereka sudah sangat baik membaca ekspresi emosi orang lain," ungkapnya.

Fakta menarik lainnya, yaitu idioglossia atau bahasa anak kembar. Banyak orang percaya, anak kembar mengembangkan bahasa sendiri yang ticlak dimengerti orang lain. Bila mereka berbicara, yang terdengar semacam bahasa asing tanpa makna.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan anak kembar terhadap kembarannya kebanyakan berupa bahasa yang tidak lengkap, tata bahasanya kacau, dan pengucapannya berantakan.

"Hambatan bahasa pada anak kembar juga mencakup kesulitan membaca karena penyusunan kata dan tata bahasa yang kacau balau. Hal ini akibat adanya saling peniruan atas bahasa kembarannya yang belum teratur," ujar pria kelahiran Klaten ini.

Hambatan bahasa pada anak kembar juga didorong oleh peristiwa kelahiran prematur, berat lahir rendah, dan terbatasnya komunikasi dengan orangtua. Kelahiran anak kembar memang miliki risiko lebih tinggi mengalami hal-hal di atas. (kompas, GHS/Putri)

resiko susu formula

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun 1939, saat berbicara di hadapan Rotary Club, Singapura, Dr. Cicely Williams sudah menyadari akan bahaya susu formula bubuk. la sangat marah melihat banyaknya bayi yang meninggal karena tidak diberi air susu ibu (ASI). Menurutnya, propaganda yang keliru terhadap makanan bayi sebaiknya dihukum sebagai suatu bentuk kriminalitas.
Hal tersebut tidak sepenuhnya keliru. Banyak ahli melihat bahaya yang bisa muncul dari susu formula bubuk. Salah satu di antaranya adalah kontaminasi intrinsik pada susu formula.
"Susu formula yang dijual itu bukanlah produk steril. Karena susu formula serta pabriknya itu sendiri juga bisa terkontaminasi," ujar David Clark, legal officer dari Badan PBB untuk masalah anak-anak dan pendidikan (Unicef).
Itu sebabnya, pada World Health Assembly tahun 2005 para anggota menyatakan, untuk memastikan adanya informasi dan pelatihan petugas kesehatan dalam hal penyiapan, penggunaan, dan penanganan susu formula bubuk.

Juga diinformasikan bahwa susu formula bubuk dapat mengandung mikroorganisme patogenik dan harus disiapkan dan digunakan secara tepat. Satu hal lagi, mereka harus memastikan adanya peringatan secara eksplisit dalam kemasan, yaitu susu formula bisa terkontaminasi dan tidak steril.
Untuk meminimalisasi risiko kontaminasi, WHO membuat panduan. "Sebenarnya satu-satunya cara untuk menyiapkan susu formula agar tidak terkontaminasi adalah dengan menggunakan air sangat panas, yaitu lebih dari 70 derajat Celsius. Sayangnya hal ini sulit dilakukan," imbuh David.
David juga mengingatkan bahwa susu formula yang terkontaminasi bukanlah berasal dari produsen kecil, melainkan dari produsen besar. Ini yang menurut David harus diketahui oleh banyak orang agar mereka dapat besar-benar mempertimbangkan dalam pemberian ASI atau tidak. (Diana Yunita Sari)