Sabtu, 16 April 2011

Terima Kasih Bapak, Ibu....

Solo, jam 10.00 pagi
Pagi itu matahari sudah lumayan tinggi, membuat kulit serasa tersengat.
Saya sedang berjalan keluar dari kos saya,
di kanan jalan saya melihat seorang ibu yang berusaha sekuat tenaga mendorong gerobak dagangannya, kalau saya lihat gerobak itu sangat penuh dan besar, saya saja tak bisa membayangkan apa saya mampu mendorong gerobak tersebut. Namun, ibu itu tetap tersenyum saat saya menyapanya. Saya tahu ibu tersebut bukan hanya bekerja dengan berdagang makanan di depan kampus saja, tetapi di sore hari ibu tersebut juga keliling kampung untuk menjual makanan kecil. Selain itu ibu tersebut juga menerima cucian baju anak kos, sungguh luar biasa bukan???
Saya tak pernah membayangkan kapan ibu tersebut beristirahat??
Kalau sesampainya di rumah saja masih harus menyiapkan dagangan untuk esok hari dan mencuci serta menyetrika baju-baju anak kos.
Tapi saya tahu pasti, ibu tersebut tulus, tak pernah mengeluh...
Ibu tersebut melakukan semuanya untuk membantu meringankan beban suaminya, untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya...
Solo, jam 12.00 siang
Wah siang itu benar-benar luar biasa panas, ditambah polusi dari asap kendaraan bermotor benar-benar tidak nyaman rasanya.
Akhirnya saya memutuskan untuk naik becak, tapi di depan masjid itu hanya ada bapak tukang becak yang sudah sangat tua, terlihat kurus dan sepertinya sangat lemah.
Saya jadi agak ragu untuk menaiki becaknya, takut bapaknya kecapean...
Hem, tapi bapak tersebut tersenyum ramah kepada saya dan menawarkan becaknya secara sopan, tentu saja saya mau.
Ooops, ternyata saya salah, tenaga bapak tersebut masih sangat luar biasa. Di panas yang membuat saya pusing beliau tetap mengayuh becak dengan semangat sambil bercerita pada saya.
Bapak tersebut tinggal di pinggiran sungai bengawan, hidup dengan 5 anak dan istrinya. Istrinya bekerja sebagai pedagang es, dibantu ke 2 anaknya, sedangkan ke 3 anaknya masih sekolah. Mereka harus bekerja keras agar dapat tetap makan dan anak mereka tetap sekolah.
“kulo niku mboten sekolah mbak, nanging kulo kepingin anak kulo pinter, dados tiang sukses”
Terurai harapan luar biasa dari bapak tersebut, yang saya ikuti dengan “amin”
Sungguh ibu dan bapak yang saya temui hari itu adalah seorang pejuang keras, yang tidak pernah mengeluh, selalu bersyukur dan pantang menyerah. Mereka tak pernah memikirkan rasa lelah yang mereka rasakan, mereka tak pernah memikirkan perut mereka yang lapar, tapi yang mereka fikirkan adalah anak-anak mereka, titipan Allah untuk mereka. Meski hidup mereka berat tapi mereka tetap tersenyum bahkan mendoakan yang terbaik untuk saya. Subkhanallah, mari kawan kita renungi sebentar apa yang telah kita berikan kepada kedua orangtua kita?? Atas semua jasa mereka.... mereka sekarang nampak tua, dengan kerutan yang semakin jelas di wajah mereka, bahkan mungkin mereka ada yang sakit, mari kita lakukan sesuatu untuk mereka. Sekarang sudah saatnya kita yang membahagiakan mereka, biarkan mereka melepas beban mereka sekarang saatnya kita yang mengambil alih tanggungjawab mereka.

0 comments:

Posting Komentar